Rabu, 14 Maret 2012

Ajang Cari Bakat : SCTV GOES TO CAMPUS (SGTC)

SCTV Goes To Campus atau disingkat SGTC adalah sebuah program spesial yang diadakan oleh salah satu media berita yaitu Liputan 6 SCTV. Program ini dibuat untuk menjaring bakat kaum muda di bidang jurnalistik, dan program ini dimulai di Universitas Bina Nusantara (BINUS), Jakarta.
Acara yang digelar selama dua hari 1-2 maret 2012, mendapat perhatian yang cukup besar. Tak hanya dari mahasiswa BINUS yang menjadi tuan rumah, ratusan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di jakarta turut hadir meramaikan acara diskusi dan pelatihan dunia pertelevisian ini.
 Selain diskusi dan pelatihan dunia pertelevisian pada SCTV Goes To Campus juga akan dikenalkan Citizen6. Citizen6 adalah tempat bagi siapapun menjadi pewarta berita untuk mengirimkan hasil karyanya mengenai apa pun untuk kemudian dimuat di website http://citizen6.liputan6.com. Berita yang dikirim pun bisa berupa teks, foto, maupun video.
Selain Universitas BINUS, SCTV Goes To Campus 2012 juga akan digelar di kota-kota besar di Indonesia seperti Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Semarang, dan Medan.
Dan di bawah ini adalah rincian jadwal untuk masing-masing kota yang terdiri dari Tanggal dan Tempat Penyelenggaraan SCTV Goes To Campus di 6 kota besar di Indonesia:
  • SCTV Goes To Campus di Kota Jakarta akan diadakan pada 1-2 Maret 2012 di Universitas Bina Nusantara
  • SCTV Goes To Campus di Kota Bandung akan diadakan pada 8-9 Maret 2012 di Universitas Padjadjaran
  • SCTV Goes To Campus di Kota Yogyakarta akan diadakan pada 15-16 Maret 2012 di Universitas Gajah Mada
  • SCTV Goes To Campus di Kota Surabaya akan diadakan pada 21-22 Maret 2012 di Universitas Airlangga
  • SCTV Goes To Campus di Kota Semarang akan diadakan pada 29-30 Maret 2012 di Universitas Diponegoro
  • SCTV Goes To Campus di Kota Medan akan diadakan pada 4-5 April 2012 di Universitas Sumatra Utara
Para peserta SCTV Goes To Campus juga akan dikenalkan dengan Mobil Satelit. Satellite News Gathering Van (SNG Van) yang lebih dikenal dengan nama mobil satelit, SNG Van atau mobil satelit bertujuan untuk penyiaran berita dari satu tempat ke tempat yang lainnya melalui satelit.
Jadi para peserta juga akan mengetahui teknologi-teknologi canggih yang digunakan dalam pemberitaan, seperti mobil satelit itu. Waaah.. Keren Yaa.. Hee..hee..
Bagi yang berminat mengikuti ajang cari bakat SCTV Goes To Campus ini buruan daftar, Sebelum Terlambat..!!
Bagi peserta yang mengikuti SCTV Goes To Campus, Tunjukkan bakat kalian dan semoga berhasil.
GOOD LUCK..!!

Selasa, 13 Maret 2012

SUBJEK HUKUM MENURUT HUKUM ADAT


Menurut Hukum Adat, Subjek Hukum itu meliputi Pribadi Kodrati (natuurlijke persoon) dan Pribadi Hukum (rechtpersoon).

a.     Pribadi Kodrati
Pada hakekatnya, Pribadi Kodrati itu telah memiliki Hak dan Kewajiban sejak dilahirkan sampai ia meninggal dunia. Pengecualiannya ada, seperti yang diatur dalam Pasal 2 KUHPerdata (Hukum Barat), yakni bahwa seorang anak yang masih berada dalam kandungan ibunya karena kepentingan-kepentingan tertentu dianggap telah mempunyai hak dan kewajiban.

Menurut Ter Haar Bzn
Seseorang telah cakap melakukan sikap tindak hukum apabila ia telah dewasa. Dewasa, artinya keadaan berhenti sebagai anak yang tergantung kepada orang tua. Juga, sudah memisahkan diri dari orang tua dan mempunyai rumah sendiri, termasuk dalam penggantian dewasa.

Menurut Soepomo
Seseorang dianggap dewasa, bila orang tersebut sudah mampu bekerja secara mandiri, cakap mengurus harta benda dan kepentingan-kepentingannya sendiri, cakap melakukan pergaulan hidup kemasyarakatan, Serta termasuk didalamnya mampu mempertanggungjawabkan setiap tindakannya.


b. Pribadi Hukum
Pribadi Hukum merupakan pribadi ciptaan hukum. Adanya Pribadi Hukum tersebut, setidak-tidaknya dapat dikembalikan pada sebab-sebab sebagai berikut:

b.1. Adanya suatu kebutuhan untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tertentu atas dasar kegiatan-kegiatan yang dilakukan bersama;
b.2. Adanya tujuan-tujuan ideal yang perlu dicapai tanpa senantiasa tergantung pada pribadi-pribadi kodrati secara perorangan.

Hubungan Individu Sebagai Anggota Masyarakat Hukum Adat Dengan Masyarakat Hukum Adatnya Suatu Masyarakat Hukum Adat (MHA) memiliki suatu kesatuan lingkungan tanah (lingkungan hidup), suatu kesatuan hukum yang bulat, dan suatu kesatuan pnguasa yang membawahkan MHA tersebut. Dalam hubungan ini, kehidupan dalam MHA biasanya bersifat kekeluargaan, yang merupakan kesatuan hidup bersama dari satu golongan manusia yang satu sama lain saling mengenal. MHA ini juga merupakan suatu kesatuan hubungan darah (genealogis) atau suatu kesatuan wilayah (territorial).
Berbeda dengan masyarakat Barat, dimana paham individu sangat menonjol.

 Dalam masyarakat Hukum Adat, sifat kebersamaan lebih dipentingkan, dimana manusia bukanlah individu yang terasing, tetapi manusia merupakan anggota masyarakat. Dengan demikian, yang Primer bukan individunya, melainkan masyarakat. Menurut Hukum Adat, kehidupan individu terutama adalah untuk mengabdi kepada masyarakat, pengabdian mana tidak dianggap sebagai suatu pengorbanan, melainkan sebagai kewajiban yang sewajarnya.

Disamping kewajiban-kewajiban, individu dalam MHA memiliki pula hak-hak atau kewenangan. Hak-hak ini adalah hak kemasyarakatan. Hak ini diberikan oleh karena tugas individu dalam masyarakatnya. Dengan demikian, setiap individu diharapkan menjalankan kekuasaan hukum adatnya sesuai dengan tujuan sosialnya. Individu bukanlah bagian yang berdiri sendiri, melainkan merupakan bagian dari keseluruhan masyarakat. Jadi, keinsyafan kemasyarakatan dan keinsyafan individual berbaur menjadi satu. Inilah yang dikatakan, bahwa MHA bersifat komunal / kebersamaan.
Perwujudan sifat komunal antara MHA yang satu dengan MHA yang lain tidaklah sama. Hal ini tergantung pada bentuk masyarakat yang dapat dilihat dari sistem kekeluargaan yang berlaku pada MHA yang bersangkutan.

Hukum Harta Kekayaan : Titik Tolak Dan Ruang Lingkupnya
Hukum harta kekayaan merupakan hukum yang menyangkut hubungan antara Subjek Hukum dengan Objek Hukum dan Hubungan Hukum yang terjadi. Yang dimaksudkan dengan Objek Hukum adalah Benda.

Menurut C.Asser dan Paul Scholten
Benda adalah segala sesuatu yang menjadi bagian alam kebendaan yang dapat dikuasai dan bernilai bagi manusia serta yang oleh hukum dianggap sebagai suatu yang menyeluruh.

Perikatan dan Hak Immateriel juga merupakan bagian dari Hukum Harta Kekayaan. Perikatan adalah suatu hubungan hukum kebendaan antara 2 (dua) pihak, atas dasar mana pihak yang satu berhak atas suatu prestasi, berdasarkan mana pihak yang lain wajib berprestasi dan bertanggung jawab atasnya. Sedangkan hak-hak immaterial adalah hak-hak atas hal-hal yang tidak dapat dilihat atau diraba (onlichmalijkezakan). Dengan demikian, ruang lingkup Hukum Harta Kekayaan adalah
1. Hukum Benda (Kebendaan Adat);
2. Hukum Hak Immateriel;
3. Hukum Perikatan (Perikatan Adat).

Perkawinan Beda Agama


          Saat ini, perkawinan beda agama sudah sangat sering terjadi. Bahkan, hal ini dianggap bukan lagi sebagai suatu hal yang dapat memberatkan pihak-pihak yang melakukan perkawinan beda agama akan permasalahan atau akibat hukum yang muncul dari perkawinan beda agama tersebut.
          Perkawinan beda agama sebelumnya banyak terjadi di negara-negara Barat, karena menurut hukum perkawinan yang berlaku di sana, khususnya bagi negara-negara yang menggunakan hukum perdata seperti Indonesia, telah dinyatakan bahwa undang-undang hanya memandang perkawinan secara perdata saja dan pengesahan perkawinan sendiri dikatakan adalah melalui pencatatan sipil, artinya undang-undang memandang perkawinan hanya dari sudut hubungannya dengan hukum perdata, yang berarti hal ini tidak dihubungkan dengan atau tidak memperhatikan ketentuan dari hukum agama. Sehingga, wajar saja jika ada negara dari yang dikategorikan di atas yang tidak melarang warga negaranya untuk tinggal atau hidup bersama antara seorang laki-laki dan perempuan tanpa adanya ikatan perkawinan dengan hanya melakukan pencatatan sipil saja. Bahkan, pada perkembangannya, negara-negara Timur yang terkenal sebagai negara yang berdasarka hukum agama (seperti negara Islam) sudah tidak lagi melarang dilangsungkannya perkawinan beda agama, seperti negara Turki, Mesiar, dan Palestina.
          Banyak alasan yang dikemukakan untuk dapat membenarkan terjadinya perkawinan beda agama yang dianggap tetap sah dan sama selayaknya perkawinan yang seagama. Hal ini terjadi karena banyaknya anggapan bahwa menikah adalah hak asasi manusia yang mana hal tersebut tidak dapat dicampuradukkan dengan seperangkat peraturan yang bernama hukum sekalipun. Hal itu karena perkawinan sendiri dianggap sebagai anugerah dari Tuhan untuk dapat dengan bebas memilih pasangan hidup dengan siapapun, keadaan seperti apapun, dan bagaimanapun keadaanya.
          Pada umumnya, orang-orang menyatakan mengenai perkawinan beda agama, mereka merasa bahwa tidak ada suatu hal apapun yang dapat melarang atau membatasi seseorang untuk dapat memilih dengan siapa ia harus menikah. Mereka menganggap perbedaan justru akan memberikan warna yang berbeda dalam kehidupan mereka kelak dan dapat menjadikan perbedaan tersebut untuk saling mengisi antara yang satu dengan yang lainnya.
          Sebenarnya, peraturan mengenai perkawinan di Indonesia yang telah diusahakan sejak tahun 1950 yang pada akhirnya menghasilkan dua macam RUU tentang Perkawinan yang sudah berada ditangan para anggota DPR RI sejak 1 Agustus 1973 dalam pasal 11 ayat 2 RUU Perkawinan tersebut berbunyi: “Perbedaan karena kebangsaan suku bangsa, negeri asal, agama/kepercayaan, dan keturunan tidak merupakan penghalang perkawinan”.[1] Namun, hal ini mendapatkan pertentangan yang begitu besar dari masyarakat, apalagi mengenai adanya ketentuan yang menyatakan bahwa perkawinan secara agama diremehkan dibandingkan dengan perkawinan sipil (negara).
          Mengingat peranan yang dimiliki dalam hidup bersama itu sangat penting bagi tegak dan sejahteranya masyarakat, maka negara membutuhkan tata tertib dan kaidah-kaidah yang mengatur hidup bersama ini.[2] Dan peraturan-peraturan inilah yang menimbulkan pengertian perkawinan. Tata tertib dan dan kaidah-kaidah ini yang kemudian berlaku di Indonesia yang dalam bentuk konkretnya disebut hukum perkawinan atau istilah lain yang saam maksudnya yang telah berlaku sejak dahulu sampai sekarang.
          Walaupun begitu banyak pihak yang telah menyetujui dan mendukung pengesahan perkawinan beda agama dari berbagai kalangan di hampir seluruh dunia, namun bagi negara Indonesia hal ini tidak mungkin dapat dilakukan. Kita sebagai bangsa yang telah memproklamirkan kemerdekaan dengan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa tentunya telah menetapkan bahwa segala jenis peraturan perundang-undangan yang berlaku dan yang akan berlaku tetaplah berlandaskan Pancasila dengan dasar Ketuhanan, sekalipun mengenai perkawinan. Apalagi bangsa kita adalah bangsa yang beragama. Masyarakat Indonesia yang memiliki agama sangatlah mendominasi. Begitu pula dalam sistem hukum adat di Indonesia sulit untuk dikatakan bahwa hukum perkawinan adalah masaalh pribadi belaka. Bahkan, dulu yang menentukan apakah seseorang harus menikah dan dengan siapa ia menikah bukanlah dirinya sendiri, apalagi bagi seorang wanita.
          Saat inipun, tetap tidak dapat dibenarkan bahwa masalah perkawinan adalah masalah pribadi belaka. Karena, walaupun pada awalnya penentu untuk menikah atau tidaknya seseorang dan dengan siapa ia menikah adalah secara individu, tetapi setelah itu peranan masyarakat dan negara sangatlah besar, sehingga pasangan yang telah berada dala ikatan perakwinan tidak dapat sesuka hatinya untuk mengakhiri ataun menambah ikatan perkawinannya denagn orang lain.
Mengenai perkawinan di Indonesia, hal ini diatur dalam Undang-Undang Pokok Perkawinan No. 1 Tahun 1974. Undang-Undang ini melalui pasal 1 menyatakan bahwa perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Menurut pasal tersebut tentunya kita telah mengetahui maksud dari pada pasal tersebut bahwa perkawinan harus dilangsungkan berdasarkan agama dan bukan semata-mata hubungan yang bersifat sekuler atau duniawi saja.
Penegasan kembali mengenai tidak mungkin disahkannya perkawinan beda agama di Indonesia dapat dilihat pada pasal 2 ayat 1 UU Pokok Perkawinan yang menyatakan bahwa perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Oleh karena itu, suatu perkawinan hanya dapat dilangsungkan apabila kedua calon mempelai memiliki agama yang sama.
Karena itu, tergantung kepada agama yang dianut calon mempelai, apakah agamnya memperkenankan atau tidak dilangsungkannya perkawinan beda agama, melalui pasal 8 butir f UU Pokok Perkawinan mengenai larangan perkawinan, maka, adapun pengaturan tentang perkawinan beda agama menurut masing-masing agama yang ada di Indonesia mengenai perkawinan beda agama dapat diuraikan sebagai berikut.
Dalam agama Islam, misalnya. Terdapat dua pandangan mengenai perkawinan beda agama. Dalam Al-quran melalui surat Al-Maidah 5 ayat 5 dimungkinkan untuk dilangsungkannya perkawinan beda agama apabila pihak lelaki yang beragama Islam. Sedangkan pada surat Al-Baqarah 2 ayat 221 menyatakan dilarangnya perkawinan beda agama. Namun, pada keadaan yang terjadi di masyarakat Indonesia, mayoritas masyarakat muslim mendukung untuk dilarangnya perkawinan beda agama. Ditambah dengan keluarnya fatwa MUI terkait perkawinan beda agama dengan pertimbangan dari Al-quran sebagai dalil yang digunakan, dimana wanita muslim tidak diperkenankan menikah dengan pria non-muslim dan sebaliknya, laki-laki muslim tidak dapat menikah dengan wanita non-muslim. Hal tersebut hukumnya adalah haram. Sehingga hal ini semakin mengukuhkan kedudukan UU Pokok Perkawinan.
Dalam agama Kristen, perkawinan beda agama secara mutlak dilarang untuk dilakukan dengan alasan apapun. Hal ini ditegaskan melalui Alkitab (kitab suci orang Kristen) pada 1 Korintus 6:14-18 dan Ulangan 7:3, Nehemia 13:25 yang menyatakan pelarangan penyatuan antara orang Kristen dengan non-Kristen dala sebuah ikatan perkawinan.
Dalam agama Katolik, pandangannya adalah sama dengan yang ada pada agama Kristen. walaupun dalam kenyataanya masih ada dispensasi untuk disahkannya perkawinan beda agama melalui pemberkatan dalam gereja.
Menurut ajaran agama Buddha, tidaklah dilarang untuk dilangsungkannya perkawinan beda agama dengan pandangan bahwa setiap agama adaalh baik dan setiap manusia bebas untuk emmeluk agamanya masing-masing menurut keyakinannya.[3] Ajaran agama Buddha mempunyai arti yang sama dalam agama Kong Hu Cu yang membenarkan perkawinan beda agama
Dari pandangan berbagai agama yang telah disebutkan di atas, sampai saat ini perkawinan beda agama sekalipun tetap dilangsungkan oleh warga negara Indonesia, mengenai pengesahannya tetaplah tidak dapat diberlakukan.
Melalui UU Pokok Perkawinan pememrintah menunjukkan tekad dan perhatiannya mengenai peraturan perkawinan yang mengatakan bahwa hukum perkawinan tidak bisa lepas dari ketentuan agama. Dan bukanlah maksud pemerintah untuk mengadakan paksaan atau desakan agama yang satu terhadap yang lain. Pemerintah jelas tidak menganjurkan seseorang untuk berbuat sesuatu yang bertolak belakang dengan agama yang dipeluk oleh seseorang, dan tidak mungkin pemerintah mengajukan RUU yang bertentangan dengan aspirasi dan pandangan hidup masyarakat yang ada di Indonesia.[4] Maka dari itu, ketentuan-ketentuan dalam UU Pokok Perkawinan harus dibaca dalam nafas penghormatan yang tinggi terhadap hak asasi manusia, karena perkawinan mempunyai hubungan yang lebih dalam dan lebih ajuh dari sekedar hubungan lahiriah saja, oleh karean itu, nilai-nilai agama dalam perkawinan mutlak diperlukan.
Sekali lagi, demi pengukuhan untuk tidak disahkannya perkawinan beda agama dapat kita lihat dari segi ketaatan kita terhadap agama yang kita anut. Dimana dalam suatu agama sudah tentu harus ada uatu pembuktian akan keberadaan agama yang kita anut. Tentu bagi umat beragama yang baik tidak akan melanggar ketentuan agama yang dipeluknya, sekalipun dari sudut hak asasi manusia perbuatan itu tidak dilarang oleh peraturan perundang-undangan.

















DAFTAR PUSTAKA
Afandi,Ali.2004.Hukum Waris Hukum Keluarga Hukum Pembuktian.Jakarta:Rineka Cipta.
Malik,Rusdi.Jakarta:Universitas Trisakti.
Tahir Hamid,Andi.1996.Peradilan Agama dan Bidangnya.Jakarta:Sinar Grafika.
Soemin,Soedharyo.2002.Hukum Orang dan Keluarga.Jakarta:Sinar Grafika.
Meliala,Djaja S.2006.Perkembangan Hukum Perdata tentang Orang dan Hukum keluarga.Bandung:Nuansa Aulia.
Kamelo,Tan.2011.Hukum Orang dan Keluarga.Medan:USU Press.


[1] Rusdi Malik.Memahami Undang-undang Perkawinan.Hlm.18
[2] Soedharyo Soimin.Hukum Orang dan Keluarga.Hlm.3
[3] Djaja S Meliala.Perkembangan Hukum Perdata Tentang Orang dan Hukum Keluarga.Hlm104
[4] Rusdi Malik.Memahami Undang-undang Perkawinan.Hlm.21













































Tips Menulis Cerpen


Struktur
Para penulis pemula seringkali disarankan untuk menggunakan pengandaian berikut ini ketika mulai menyusun cerpen mereka:
1.    Taruh seseorang di atas pohon.
2.    Lempari dia dengan batu.
3.    Buat dia turun.
Kelihatannya aneh, tapi coba Anda pikirkan baik-baik, karena saran ini bisa diterapkan oleh penulis mana saja. Nah, ikuti langkah- langkah perencanaan seperti yang disarankan di bawah kalau Anda ingin menulis cerpen-cerpen yang hebat.
Perencanaan Cerpen
Taruh seseorang di atas pohon: munculkan sebuah keadaan yang harus dihadapi tokoh utama cerita.
Lempari dia dengan batu: Dari keadaan sebelumnya, kembangkan suatu masalah yang harus diselesaikan si tokoh utama tadi. Contoh: Kesalahpahaman, kesalahan identitas, kesempatan yang hilang, dan sebagainya.
Buat dia turun: Tunjukkan bagaimana tokoh Anda akhirnya mengatasi masalah itu. Pada beberapa cerita, hal terakhir ini seringkali juga sekaligus digunakan sebagai tempat memunculkan pesan yang ingin disampaikan penulis. Contoh: Kekuatan cinta, kebaikan mengalahkan kejahatan, kejujuran adalah kebijakan terbaik, persatuan membawa kekuatan, dsb.
Ketika Anda selesai menulis, selalu (dan selalu) periksa kembali pekerjaan Anda dan perhatikan ejaan, tanda baca dan tata bahasa. Jangan menyia-nyiakan kerja keras Anda dengan menampilkan kesan tidak profesional pada pembaca Anda.
Artikel Terkait
·         Langkah-langkah Meresensi Buku
·         Menyunting dan Menulis Ulang
Praktekkan perencanaan sederhana ini pada tulisan Anda selanjutnya.
Tema
Setiap tulisan harus memiliki pesan atau arti yang tersirat di dalamnya. Sebuah tema adalah seperti sebuah tali yang menghubungkan awal dan akhir cerita dimana Anda menggantungkan alur, karakter, setting cerita dan lainnya. Ketika Anda menulis, yakinlah bahwa setiap kata berhubungan dengan tema ini.
Ketika menulis cerpen, bisa jadi kita akan terlalu menaruh perhatian pada satu bagian saja seperti menciptakan penokohan, penggambaran hal-hal yang ada, dialog atau apapun juga, untuk itu, kita harus ingat bahwa kata-kata yang berlebihan dapat mengaburkan inti cerita itu sendiri.
Cerita yang bagus adalah cerita yang mengikuti sebuah garis batas. Tentukan apa inti cerita Anda dan walaupun tema itu sangat menggoda untuk diperlebar, Anda tetap harus berfokus pada inti yang telah Anda buat jika tidak ingin tulisan Anda berakhir seperti pembukaan sebuah novel atau sebuah kumpulan ide-ide yang campur aduk tanpa satu kejelasan.
TempoWaktu
Cerita dalam sebuah cerpen yang efektif biasanya menampilkan sebuah tempo waktu yang pendek. Hal ini bisa berupa satu kejadian dalam kehidupan karakter utama Anda atau berupa cerita tentang kejadian yang berlangsung dalam sehari atau bahkan satu jam. Dan dengan waktu yang singkat itu, usahakan agar kejadian yang Anda ceritakan dapat memunculkan tema Anda.