Penyingkapan tabir perusahaan atau
dalam bahasa inggris disebut piercing the corporate veil. Merupakan
suatu teori yang digunakan untuk menembus prinsip tanggung jawab terbatas yang
ada pada perusahaan. Dengan
berlakunya Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 1 Tahun 1995, teori tersebut
secara sah diakui dalam ranah Hukum Indonesia yang diarahkan kepada
pihak pemegang saham, direksi, bahkan dalam hal yang sangat khusus juga
terhadap dewan komisaris dari suatu perseroan terbatas. Hanya saja, tentunya
untuk bisa menerapkan teori piercing the corporate veil ini, perlu kearifan,
kehati-hatian dan pemikiran dalam suatu cakrawala hukum dengan visi yang
perspektif dan responsif pada keadilan.
Istilah piercing the corporate veil
kadang-kadang disebut juga dengan istilah “lifting the corporate veil” atau
“going behind the corporate veil”. Secara harafiah, istilah “piercing the
corporate veil” berarti mengoyak tirai perusahaan. Sedangkan dalam ilmu hukum perusahaan,
istilah piercing the corporate veil merupakan suatu doktrin atau teori yang
diartikan sebagai suatu proses untuk membebani tanggung jawab ke pundak orang
atau perusahaan lain, atas perbuatan hukum yang dilakukan oleh suatu perusahaan
pelaku (badan hukum), tanpa melihat kepada fakta bahwa perbuatan tersebut
sebenarnya dilakukan oleh perseroan pelaku tersebut. dalam kasus seperti
ini, status badan hukum dari perusahaan yang bersangkutan dan keberadaan
prinsip pertanggungjawaban terbatas akan diabaikan oleh pengadilan dan
membebankan tanggung jawab kepada pengurus dan pemegang saham dari perseroan
tersebut.
Secara universal, penerapan teori ini dapat dilakukan dalam hal-hal :
1. Karena Perusahaan tidak mengikuti
formalitas tertentu.
Piercing the Corporate Veil dapat diterapkan karena
suatu perseroan tidak mengikuti formalitas tertentu yang sebagaimana telah ditentukan di
dalam Undang-Undang yang berlaku. Dalam hal ini prinsip piercing the
corporate veil diterapkan bukan bertujuan secara langsung untuk melindungi
pihak tertentu, namun semata-mata agar formalitas tertentu yang berlaku
tersebut terpenuhi. Beberapa contoh penerapan prinsip ini dalam hal tidak
dipenuhinya formalitas tertentu :
a.
Tidak tuntasnya formalitas pendirian perusahaan.
b.
Tidak melakukan rapat, pemilihan direksi atau komisaris, dan lainnya.
c.
Tidak melakukan penyetoran modal dan pengisuan saham.
d.
Pemegang saham terlalu banyak ikut campur urusan perseroan.
e.
Adanya percampuran urusan pribadi dan urusan perseroan.
2. Terhadap Badan Hukum yang Hanya Terpisah
Secara Artifisial
Prinsip piercing the corporate veil dalam hal ini
diterapkan pada perusahaan yang sebenarnya dalam kenyataan adalah tunggal,
namun dibagi ke dalam beberapa perseroan secara artifisial. Dengan diterapkannya
piercing the corporate veil, maka beban tanggung jawab diberikan kepada seluruh perseroan yang saling
terkait tersebut.
3. berdasarkan hubungan kontraktual
prinsip piercing the corporate veil diterapkan ketika
ada hubungan kontraktual dengan pihak ketiga, dimana jika tanpa diterapkannya prinsip ini,
kerugian pihak ketiga tidak dapat ditanggulangi. Agar prinsip piercing
the corporate veil dapat diterapkan, biasanya dipersyaratkan terdapatnya unsur “keadaan yang tidak lazim”
pada aktivitas perusahaan. Keadaan tidak lazim tersebut bisa berupa
salah satu dari hal-hal berikut ini :
a. Pihak ketiga diperdaya untuk
bertransaksi dengan perseroan.
b. Tindakan bisnis perusahaan membingungkan.
c. Permodalan perusahaan tidak
dinyatakan dengan benar/tidak disetor.
d. Adanya jaminan
pribadi dari pemegang saham
e. Perseroan
dioperasikan dengan cara yang tidak layak.
4. Diterapkan karena Perbuatan Melawan hukum
atau Tindak Pidana
Jika dalam suatu kegiatan perseroan ditemukan unsur tindak
pidana ataupun unsur melawan hukum, meskipun hal tersebut dilakukan oleh
perseroan itu sendiri, maka berdasarkan prinsip piercing the corporate veil,
dibenarkan oleh hukum jika tanggung jawab dimintakan kepada pihak-pihak lain,
seperti direksi, komisaris, maupun pemegang sahamnya. Tindakan melawan hukum
perseroan, misalnya :
a.
Kegiatan perseroan berskala besar, namun modalnya sangat kecil.
b.
Perseroan dibentuk khusus untuk melakukan kegiatan yang berbahaya tanpa izin
yang berwenang.
5. dalam hubungan dengan Holding Company dan
Anak Perusahaan
prinsip piercing the corporate veil juga dapat
diterapkan pada perusahaan dalam grup usaha. Dalam ilmu hukum dikenal dengan
apa yang disebut “doktrin
innstrumental’. Menurut doktrin tersebut, maka teori piercing the
corporate veil dapat diterapkan. Dalam keadaan seperti ini, berarti yang bertanggung jawab bukan
hanya badan hukum yang melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan, melainkan
pemegang saham ( perusahaan holding) juga ikut bertanggung jawab, jika
salah satu unsur dibawah ini terpenuhi :
a.
Express Agency, atau
b.
Estopel, atau
c.
Direct Tort, atau
d.
Dapat dibuktikan adanya tiga unsur sebagai berikut :
1)
Pengontrolan anak perusahaan oleh perusahaan holding.
2)
Penggunaan kontrol oleh perusahaan holding untuk melakukan penipuan,
ketidakjujuran atau tindakan tidak fair lainnya.
3)
Terdapat kerugian sebagai akibat dari breach of duty dari perusahaan holding.
Selain hal-hal tersebut di atas, dalam hubungan dengan grup
perusahaan, piercing the corporate veil juga dapat diterapkan dalam kasus-kasus
sebagai berikut :
a. adanya
fakta-fakta yang menyesatkan.
b. terjadinya penipuan dan ketidakadilan.
c. untuk melindungi pemegang saham
minoritas.
Terdapat juga fakta-fakta lain yang
dapat dicurigai sehingga menyebabkan dapat diterapkannya prinsip piercing the
corporate veil dalam hubungan dengan grup perusahaan, antara lain :
1.
Perusahaan holding dan anak perusahaan mempunyai pengurus, komisaris, atau
pegawai yang sama.
2.
Anak perusahaan mempunyai modal yang sangat kecil.
3.
Perusahaan holding membayar gaji, upah, kerugian dan ekspenses lainnya dari
anak perusahaan.
4.
Perusahaan holding memiliki seluruh atau hampir seluruh saham anak perusahaan.
5.
perusahaan holding membiayai anak perusahaan.
6.
anak perusahaan mempunyai bisnis hanya dengan holding.
7.
anak perusahaan tidak mempunyai aset lain kecuali aset yang dialihkan dari
perusahaan holding.
8.
perusahaan holding menggunakan aset anak perusahaan seperti asetnya sendiri
9.
pihak ekskutif anak perusahaan lebih memperhatikan kepentingan perusahaan
holding daripada kepentingan anak perusahaan.
Penerapan prinsip piercing corporate veil secara
khusus dilakukan terhadap organ-organ perusahaan, yaitu pemegang saham,
direksi, komisaris dalam hal :
a.
Pemegang Saham
Prinsip piercing
the corporate veil terhadap pemegang saham dapat dilakukan apabila terjadi
hal-hal berikut :
1. Persyaratan perseroan sebagai badan hukum
belum atau tidak terpenuhi.
2. Pemegang saham yang bersangkutan, baik
langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan
semata-mata untuk kepentingan pribadi
3. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat
dalam perbuatan hukum yang dilakukan perseroan.
4. pemegang saham yang bersangkutan secara
langsung maupun tidak secara langsung melawan hukum dengan menggunakan kekayaan
perseroan.
Selain itu, prinsip piercing the corporate veil juga
dapet diterapkan terhadap pemegang saham dalam 5 (lima) hal tindakan dibawah
ini :
1.
tidak menyetor modal sehingga menyebabkan perseroan merugi.
2.
campur aduk antara urusan pribadi dengan urusan perseroan. Misalnya :
a.
dana perusahaan digunakan untuk urusan pribadi.
b.
aset milik perseroan diatasnamakan pribadi.
c.
pembayaran perseroan dengan cek pribadi tanpa justifikasi yang jelas.
3.
Alter Ego
Keadaan dimana pihak pemegang saham terlalu dominan
dalam kegiatan perusahaan melebihi dari peran pemegang saham yang seharusnya. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa perusahaan hanya berfungsi sebagai “instrumen”
mencari untung pribadi dari pihak pemegang sahamnya. Dalam hal ini, perseroan
tersebut dikatakan sebagai alter ego dari pemegang saham yang bersangkutan.
4.
jaminan pribadi dari pemegang saham
5.
permodalan yang tidak layak
hal ini terjadi misalnya, jika modal perseroan terlalu
kecil sedangkan bisnis perusahaan tersebut besar.
b. Direksi
Memang pada prinsipnya dan secara
klasik, dengan diterapkannya teori Piercing The Corporate Veil, maka pihak
pemegang sahamlah yang biasanya dimintakan tanggung jawab atas kegiatan yang
dilakukan perseroan. Akan tetapi, dalam perkembangannya kemudian dari penerapan
teori Piercing The Corporate veil tersebut, beban tanggung jawab dipindahkan
juga dari perseroan kepada pihak lainnya selain pemegang saham, misalnya direksi
atau komisaris.
Penerapan prinsip piercing the
corporate veil terhadap
direksi dapat dilakukan dalam hal :
1. direksi tidak melaksanakan fiduciary duty kepada
perseroan.
2. perusahaan belum dilakukan pendaftaran dan pengumuman.
3. dokumen perhitungan tahunan tidak benar.
4. direksi bersalah dan menyebabkan perusahaan pailit.
5. permodalan yang tidak layak
6. perseroan beroperasi secara tidak layak.
7.
Anggota direksi
tidak melaporkan kepemilikan saham oleh anggota direksi yang
bersangkutan dan/atau keluarganya dalam perseroan terbatas.
Setiap pelanggaran atau penyimpangan atas tugas dan
kewajiban direksi, maka direksi
harus bertanggung jawab hingga harta pribadinya atas kerugian yang dialami oleh
tiap-tiap pihak yang berkepentingan. Adapun bentuk-bentuk pelanggaran
dan penyimpangan tersebut sebagai berikut :
Tidak menjalankan tugasnya secara profesional sesuai
dengan keahlian yang dimilikinya. Bentuk-bentuk pelanggaran profesional
tersebut, di antaranya :
1.
Baik sengaja atau tidak, melakukan pelanggaran atas
tugas yang diberikan (breach of duty);
2.
Baik sengaja atau tidak, melalaikan tugas yang
seharusnya dijalankan (omission of duty);
3.
Baik sengaja atau tidak, memberikan pemyataan yang
salah (misstatement);
4.
Baik sengaja atau tidak, memberikan pernyataan yang
menyesatkan (misleading statement);
5.
Baik sengaja atau tidak, melakukan penyalahgunaan
kewenangan atau kekuasaan sebagai direksi;
6.
Baik sengaja atau tidak, tidak memenuhi janji yang
telah diberikan (breach of warranty or authorithy commitment).
7.
Tidak menjalankan tugasnya sebagai wakil pemegang
saham dengan baik.
Kerugian perusahaan akan menjadi tangggung jawab
direksi seandainya semua kesalahan atau kelalaian tersebut bisa dibuktikan.
c.
Komisaris
Dalam beberapa hal, pemberlakuan
teori Piercing The Corporate Veil juga berlaku bagi komisaris. Dalam hal-hal
tertentu pihak komisaris secara pribadi dapat dimintakan tanggung jawab atas
kegiatan yang dilakukan oleh perseroan. Pemberlakuan teori piercing the
corporate veil kepada
komisaris dilakukan dalam hal-hal sebagai berikut:
1. jika
komisaris tidak
melaksanakan fiduciary duty kepada perseroan.
2.
jika
ada kesalahan hukum (dengan unsur kesengajaan atau kelalaian) dari pihak
komisaris.
3. jika dokumen perhitungan tahunan
tidak benar.
4.
jika dalam keadaan tertentu, komisaris menggantikan direksi dalam
menjalankan pekerjaan perseroan dan dia akan bertanggung jawab dalam
posisinya selaku direksi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar